Sabtu, 09 Februari 2013

DONGENG SANGKURIANG-SUTARYA asianthinker

Ilustrasi Sangkuriang. Sumber Wikipedia

Apabila kita berjalan dari kota subang ke arah bandung maka di perbatasan bandung subang anda akan melihat sebuah gunung namanya Gunung Tangkuban parahu, nama itu melegenda dari masa ke masa, memang gunung itu mirif sekali dengan perahu yang telungkup. Tangkuban Parahu artinya Perahu yang telungkup.

Gunung itu tidak bisa di pisahkan dengan cerita LEGENDA SUNDA  Sangkuriang, konon pada jaman dahulu kala, di kahyangan, sepasang dewa dan dewi melakukan suatu kesalahan, maka di kutuklah sepasang dewa dan dewi itu menjadi seekor celeng dan seekor anjing, celeng bernama wayung hyang dan anjing bernama si tumang. SEpasang celeng dan anjing tersebut di usir ke bumi untuk mensucikan diri dan melakukan pertapaan karena sudah melakukan kesalahan. (Pen, hehehehe kata kake saya Pen itu tunda dulu sang dewa-dewi yang sudah jadi binatang yang sedang bertapa)

Kita ceritakan seorang raja yang sedang melakukan perburuan, mungkin kebelet pengen pipis, akhirnya sang raja pipis, di atas batok kelapa atau dalam cerita lain di atas daun keladi, sang raja kemudian melakukan perburuan lagi.

Diceritakan sang dewi yang berubah menjadi celeng dan sedang melakukan pertapaan tiba-tiba kehausan dan ingin minum (tapa ko minum hehehe), kemudian dia berjalan mondar-mandir mencari air dan ketemulah dengan air kemih sang raja di atas batok kelapa, maka diminumlah oleh sang celeng tersebut. Hari berganti hari tiba-tiba sang celeng terseu tiba-tiba hamiloleh air kencing sang raja dan melahirkan seorang bayi cantik, mengapa celeng melahirkan bayi manusia?, karena pada dasarnya Gen sang celeng adalah manusia, maka wajar melahirkan seorang manusia.

Pada waktu sang raja sungging perbangkara pada suatu kesempatan melakukan perbuaruan lagi maka ketemulah dengan bayi mungil nan cantik tersebut, kemudian bayi tersebut di bawa kerumah sang raja dan di namai Dayang Sumbi atau Rarasati.

Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis cantik nan elok, banyak para pemuda pada waktu naksir dan caper (cari perhatian) kalau di depan dayang sumbi, termasuk kelas-kelas elit atau raja-raja tetangga pada waktu pada melamar Dayang Sumbi, tapi dayang sumbi tidak menerima satupun lamaran dari pemuda-pemuda atau para raja atau anak raja yang melamar. Dayang Sumbi jadi rebutan dan semua raja ingin memiliki dayang sumbi akhirnya terjadilah perang memperebutkan Dayang Sumbi)

Pada saat peperangan tersebut, dayang sumbi minta di asingkan ke hutan di temani oleh seekor anjing jelmaan dewa dari kahyangan namanya si tumang. Tidak di ceritakan ko sang jelmaan dewa alias si tumang ko bisa nongkrong di keraton yah hehehehe.

Pada saat di pengasingan atau di hutan kebiasaan menenun tetap di kerjakan, ciri khas wnita jaman dahulu, kemudian secara tidak di sangka-sangka alat penenunnya jatuh ke bawah rumah (Rumah di hutan basanya di buat panggung untuk menghindari binatang buas masuk ke dalam rumah). Dayang Sumbi malas mengambil dan secara tidak disengaja kemudian berkata,"lamun anu nyandak alat tenun istri bakal di jadikeun dulur, lamun nu nyandak alat tenun lalaki bakal di jadikeun salaki" artinya "kalau yang ngambil perempuan akan di jadikan saudara dan kalau yang ngambil laki-laki akan di jadikan suami", perkataan itu di dengar sang dewa yang ada di langit sana ( makanya jangan ceroboh kalau berbicara, karena mulutmu adalah harimaumu hehehehehe).

Setelah berapa lama tidak di sangka-sangka yang membawa alat tenun tersebut adalah si tumang, Dayang Sumbi tercengang, tapi mau apa di kata karena perkataa sudah keluar dari mulut istilah sunda "Ciduh teu bisa di lamot deui". Tapi karena si tumang juga bukan anjing sembarangan, dia bisa menjelma menjadi manusia biasa tatkala bulan purnama, maka terjadilah hubungan layaknya suami istri antara Dayang Sumbi dan si Tumang dan melahirkan seorang anak yang namanya Sangkuriang.

Sangkuriang di latih berburu oleh pegawai kerajaan yang sesekali menengok dayang sumbi di hutan, sampai sangkuriang mahir berburu dan mahir menggunakan alat berburu.

Pada suatu ketika Dayang Sumbi mengidamkan hati menjangan maka di suruhlah Sangkuriang untuk berburu di temani pegawai kerajaan dan si tumang, tapi secara tiba-tiba pada saat itu menjangan tidak ada sama sekali, tapi secara tiba-tiba ada seekor babi hutan gemuk yang melarikan diri, Sangkuriang menyuruh si tumang untuk mengejarnya, si tumang tidak menurut karena si tumang tau celeng itu adalah neneknya sangkuriang (ibunya Dayang Sumbi), Sangkuriang menakut-nakuti si tumang dengan panah, sampai akhirnya panah tersebut secara tidak sengaja terlepas dari jamparing dan membunuh si tumang.

Sangkuriang pulang karena takut di marahi ga dapat hati menjangan akhirnya hati si tumang di bawanya dan di serahkan kepada ibunya, ibunya bahagia sesaat sampai akhirnya dia tahu bahwa hati itu adatah hati si tumang karena si tumang tidak ikut pulang dengan sangkuriang, Sangkuriang dimarahin dan di pukul kepalannya sampai berdarah, sampai pada akhirnya Sangkuriang di usir oleh ibunya.

Sangkuriang pergi ke arah timur dan terus ke timur menyusul arah terbitnya matahari, Sangkuriangpun berguru kepada orang-orang yang ketemu dalam perjalannya sehingga sangkuriang menjadi pemuda yang sakti dan pilih tanding, setelah sekian lama berjalan ke arah timur maka pada akhirnya Sangkuriang sampai di arah barat rumah Dayang sumbi atau rumah Sangkuriang pada jaman dulu. 

Sangkuriang dan dayang sumbi ketemu lagi dengan tidak mengenal satu sama lain, akhirnya mereka memadu kasih, sampai akhirnya Dayang Sumbi tau bahwa Sangkuriang itu adalah anaknya dengan melihat tanda di kepala bekas pukulan pada waktu anak-anak dulu. Dayang Sumbi menolak untuk menjadi istri sangkuriang, tapi Sangkuriang tetap Dayang Sumbi harus jadi istrinya.

Maka Dayang Sumbi memberikan syarat kepada Sangkuriang agar di buatkan Perahu, dan membendung sungai citarum untuk di jadikan danau, Sangkuriang menyanggupinya.

Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul/pokok pohon itu berubah menjadi gunung Bukit Tanggul. Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat dan menjadi Gunung Burangrang. Dengan bantuan para guriang (makhluk halus), bendungan pun hampir selesai dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar niat Sangkuriang tidak terlaksana. Dayang Sumbi menebarkan helai kain boeh rarang (kain putih hasil tenunannya), maka kain putih itu bercahaya bagai fajar yang merekah di ufuk timur. Para guriang makhluk halus anak buah Sangkuriang ketakutan karena mengira hari mulai pagi, maka merekapun lari menghilang bersembunyi di dalam tanah. Karena gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi, Sangkuriang menjadi gusar dan mengamuk. Di puncak kemarahannya, bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi Gunung Tangkuban Perahu.

Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang lari menghindari kejaran anaknya yang telah kehilangan akal sehatnya itu. Dayang Sumbi hampir tertangkap oleh Sangkuriang di Gunung Putri dan ia pun memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar menyelamatkannya, maka Dayang Sumbi pun berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat yang disebut dengan Ujung berung akhirnya menghilang ke alam gaib (ngahiyang).